Jumat, 02 Oktober 2009

Band Indie VS Band Swadaya

Dari pluralitas musik yang ada di dunia ini, ada 2 macam bagian musik yang harus kita perhatikan. Judul di atas mungkin memang terdengar biasa saja di telinga, namun memang hal seperti itu yang sedang terjadi sekarang ini, dan sebenarnya hal itu bukan hal yang biasa di dalam ranah budaya perlawanan atau counter culture yang semestinya semangat ini dimiliki oleh youth culture. Msalah yang sedang terjadi itu adalah band indie yang sedang bertarung dengan band swadaya, yakni pihak yang telah mencoret attitude cutting edge dari band indie. Parahnya lagi bahwa pada realitasnya band swadayalah yang mampu diterima dalam masyarakat, dan bisa dikatakan berhasil menundukkan band indie. Hal ini diakibatkan karena memang orang – orang banyak yang tidak mengerti apa itu band independent yang sebenarnya. Sehingga banyak band sekarang ini yang mengaku indie, padahal mereka cenderung ke band swadaya.
Sebenarnya apa sih yang disebut band indie yang sebenarnya? Band yang benar – benar bisa disebut indie sebenarnya bukan hanya band yang mengerjakan semua recording dan lainnya dengan biaya sendiri atau praktek Do It Yourself, itu adalah arti yang sempit sekali dan arti yang notabene sudah salah kaprah di masyarakat. Namun indie di sini adalah mereka yang mempunyai semangat counter culture. Di mana mereka mampu melakukan perlawanan terhadap apa yang biasa disebut mainstream. Hal ini tidak jauh dari ideologi mereka sebagai band yang cutting edge. Cutting edge di sini diartikan sebagai pendobrak, dan apa yang harus didobrak? Ya itu tadi, budaya mainstream yang menjamur di masyarakat. Senjata yang digunakan tentu saja saja secara musikalitas, yaitu mereka harus mampu menciptakan sesuatu yang baru dalam musik, sehingga mereka dapat juga melakukan sebuah terobosan baru dalam musik di pasar. Musik yang dimainkan oleh band – band cutting edge biasanya musik yang mempunyai roots yang jelas. Dengan roots tersebut mereka mampu mempunyai ciri khas dalam bermusik, dan tidak cenderung mengikuti pasar yang nantinya akan menjadi mainstream.
Dan apa sih yang disebut dengan band swadaya? Band swadaya memang bisa disebut sebagai band indie, namun dalam arti yang sempit sekali. Mereka adalah band yang mampu membiayai semua kehidupan bandnya secara mandiri tanpa bantuan pihak mayor label, mulai dari recording, lay-out, artwork, pengepakan, dll. Mereka juga adalah band yang bermusik tanpa memandang semangat cutting edge, sehingga mereka tidak bisa dibedakan dengan musik mainstream. Band swadaya masih cenderung mengikuti kemauan pasar, tanpa mampu mendobrak dan melakukan terobosan. Ideologi dasar yang diambil sebarnya adalah mereka memang membiayai semuanya secara mandiri tapi intinya mereka sebenarnya menunggu sampai ada pihak mayor label yang mau mengontrak mereka, jika tidak pernah ada label yang tertarik dengan musik mereka, maka band tersebut lama – lama akan musnah dengan sendirinya. Mereka juga tidak mempunyai roots dalam bermusik sehingga cenderung tidak mempunyai ciri khas. Band swadaya juga sering disebut band yang mengusung tradisi Do It Yourself. Jika band swadaya yang diinterpretasikan sebagai band indie, maka semua orang juga bisa membuat dan bisa dibilang indie, asalkan mereka mampu merilis musik sendiri dan mempunyai uang untuk produksi album mereka sendiri juga. Dan itu lah interpretasi yang salah dari indie.
Sebenarnya budaya salah kaprah yang terjadi dalam masyarakat juga didukung oleh EO – EO dan media mainstream yang tidak mengerti apa itu yang disebut dengan indie yang sebnarnya. Mereka hanya mengekspos musik – musik swadaya yang memang notabene dapat diterima di masyarakat, tapi mereka melupakan semangat cutting edge pada band indie yang sebenarnya. Media – media mainstream tadi sekaligus telah merusak roots indie yang telah dibangun oleh band – band indie yang asli. Sungguh ironis memang mendengar hal semacam ini. Band – band cutting edge yang seharusnya lebih bermutu dari band mainstream malah mereka lupakan dan justru tertelan oleh budaya mainstream. Mungkin karena memang EO hanya berorientasi pada uang saja, oleh sebab itu mereka lebih condong ke musik mainstream. Selain media mainstream tadi, youth culture kita yang memang cenderung apatis terhadap musik juga yang mengakibatkan kesalah kaprahan yang terjadi dalam budaya youth culture itu sendiri. Juga karena memang youth culture sekarang ini sudah menjurus ke mainstream.
Band indie sendiri pada awal sejarahnya dimulai oleh para pemusik dari genre british pop atau yang lebih popular disebut dengan BritPop di UK. Label – label indie untuk genre BritPop yang pertama kali banyak bermunculan di UK. Karena memang budaya BritPop dulu adalah juga kebanyakan dari kaum Hippies, kaum yang didedengkoti oleh John Lennon guna memprotes adanya perang dan kekerasan yang terjadi pada waktu itu di UK. Kita juga bias sebut Morrisey sebagai dedengkot indie di dunia. Namun lewat perkembangan jaman yang semakin maju, indie juga semakin luas, tidak hanya musik – musik BritPop, namun juga ada dari musik Punk, Hardcore, metal, dll. Lewat perkembangannya pula banyak bermunculan label – label indie untuk genre musiknya masing – masing. Di Indonesia sendiri pada kenyataanya ternyata banyak band indie yang lebih sukses dari pada band – band dari mayor label. Banyak band indie yang telah merilis albumnya sampai ke luar negri, dan parahnya musik mereka lebih diterima di negri orang ketimbang di negri sendiri. Ini lah sebabnya mereka lebih senang main di luar daripada di negri sendiri. Sebut saja The S.I.G.I.T yang pernah berargumen di salah satu majalah musik terkemuka dengan mengatakan “Main di Indonesia lebih susah daripada main di negri orang.”
Sedangkan band swadaya tidak memiliki sejarah dan roots yang jelas adanya, mereka hanya mencuri konsep Do It Yourself yang dimiliki oleh band indie. Memang band swadaya kini lebih popular disebut dengan band DIY (Do It Yourself). Selebihnya mereka cenderung meniru musik – musik mainstream yang laris – manis di pasaran. Di mana mereka nantinya hanya akan menjadi penerus band – band semacam D’Masive, Kotak, dan band sejenis lainnya yang popular setelah mengikuti ajang persaingan berlabel indie. Yakni mereka yang dengan gampangnya menjual ideologi musik mereka ke tangan mayor hanya karena kormesialisasi semata. Mungkin memang aneh attitude yang dimiliki oleh mayarakat Indonesia, mayarakat yang terlalu bersikap mainstream terhadap musik.
Oleh sebab itu pula musik juga perlu adanya pembeda – bedaan yang jelas. Hal ini diperuntukkan supaya tidak terjadi lagi kesalah kaprahan di masyarakat. Pembedaan ini juga dikususkan supaya ada sebuah media counter culture untuk semacam pedokumentasian dari band – band cutting edge, mengingat pluralitas musik tadi. Juga sebagai penyadar untuk media, EO dan masyarakat bahwa pemahaman indie bukan sekedar diartikan “bukan mayor” semata. Tapi harus lebih dari itu juga harus dimengerti pula mengenai roots character dan attitude cutting edge serta praktek Do It Yourself yang seharusnya band indie memiliki ketiga hal tersebut. Dan sebenarnya diantara keduanya yakni band indie dan band swadaya tidak ada yang baik dan yang buruk, hanya saja perlu adanya pembedaan tadi. Yang memang sebenarnya kedua hal itu sangat berbeda. YHN

5 komentar:

  1. sulit kalo sudah berbicara mengenai industri, mau bermusik untuk hidup atau hidup untuk bermusik,,,pada akhirnya kita hanya akan kembali ke turning point,"mau makan apa esok hari?? ideologi??"hehhe

    turn left go ahead,regards

    BalasHapus
  2. anonim : hahahaha.......good statement...
    kan ditliskanku juga ada kalo band indie jg bnyk yg bs sukses, bhkn menyaingi band major sekelas WALI,KANGEN,HIJAU DAUN dan sejenisnya...kalo dengan ideologi itu kita bs lbih berkembang knpa ga?

    BalasHapus
  3. yang salah kaprah selama ini termasuk tolak ukur "sukses" itu sendiri,kualitas kah atau kuantitas,, lagi2 semua kembali kepada "selera" musik masyarakat yang saat ini telah dikomodifikasi,,aha!

    turn left go ahead, regards

    BalasHapus
  4. wedew...kata2nya berat...
    hehehehe......
    bener juga sih,masyarakat sudah termakan industri,tp ga merhatiin kualitas...
    faktor lain karena media juga yg kurang bahan sama sekali ga pernah ngeksplore band2 indie...
    gmn brad? setuju ga?

    BalasHapus
  5. yuukk marii,hahahhaay

    BalasHapus